beritaKUH- Krisis energi global menunjukkan kerentanan ketahanan energi yang berbasis fosil, termasuk Indonesia di mana 67% bauran energi dari energi fosil. Menghadapi ketidakpastian situasi sosial, politik, ekonomi dan lingkungan di masa depan terhadap ketahanan energi nasional, pemerintah perlu segera melakukan transisi energi secara berkeadilan dan berkelanjutan dengan cepat melalui optimasi pemanfaatan sumber energi terbarukan menggantikan sumber-sumber energi fosil. Hal ini menjadi pembahasan utama dari laporan unggulan Institute Essential Services Reform (IESR) berjudul Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023.
Dampak krisis energi terlihat pada harga energi seperti batubara, gas alam, dan minyak mentah melambung 2-4 kali pada pertengahan 2022 dibandingkan pada 2019. Hal ini membuat produsen batubara domestik lebih tertarik untuk mengekspor ke luar negeri yang menyebabkan menipisnya pasokan batubara dalam negeri. Untuk mengatasi masalah krisis energi dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia membuat berbagai keputusan seperti mempertahankan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), mengucurkan subsidi energi fosil yang mencapai 650 triliun dan menyesuaikan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi. Namun, cadangan batubara, minyak dan gas yang menurun tiap tahunnya dan tekanan untuk mengatasi ancaman krisis iklim menuntut solusi jangka panjang agar Indonesia terbebas dari krisis energi di masa depan.
“Untuk menyediakan energi yang terjangkau dan aman, peningkatan penggunaan energi terbarukan untuk penyediaan listrik, transportasi dan industri dan mengurangi energi fosil harus diakselerasi. Transisi energi perlu dilakukan secara bertahap menyesuaikan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi arah kebijakan dan daya beli masyarakat. Tetapi semakin cepat kita meningkatkan bauran energi terbarukan maka semakin rendah kerentanan keamanan energi dan akan semakin murah harga energi di Indonesia, sebagaimana yang ditunjukan oleh sejumlah hasil kajian IESR. Kata kuncinya adalah target yang ambisius tapi juga fleksibel,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) pada Konferensi Media untuk peluncuran IETO 2023.
Kondisi negara-negara Eropa dan Inggris yang hari ini mengalami harga energi yang mahal adalah contoh pemanfaatan transition fuel seperti gas alam sebagai strategi yang keliru. Ketika terjadi kekurangan gas, mereka secara temporer menaikkan energi fosil yang justru mengingkari upaya global untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim akibat naiknya suhu bumi melebihi 1,5 derajat Celcius.
IESR mendorong agar pemerintah membereskan seluruh pekerjaan rumah untuk menggenjot perkembangan energi terbarukan dan efisiensi energi dengan cepat.
“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat transisi energi benar-benar terjadi dan berkelanjutan, yaitu penyesuaian KEN dan RUEN, penghapusan subsidi batubara dan gas secara bertahap, reformasi harga dan subsidi listrik, mempercepat pengakhiran operasi PLTU batubara, mengembangkan industri sel dan modul surya dalam negeri, penyesuaian grid code, serta mengintegrasikan strategi transportasi dan dekarbonisasi industri sesuai jalur nir emisi. Pemerintah harus mengejar semua reformasi ini secara cepat dan masyarakat harus terus mendorong agar transisi benar-benar terjadi,” jelas Fabby.
IETO 2023 juga menyoroti tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap transisi energi. Namun secara umum, kesiapan transisi energi di Indonesia masih rendah, meskipun beberapa kebijakan, regulasi pendukung dan rencana pengembangan energi terbarukan telah terbit, seperti enhanced NDC, RUPTL 2021-2030 yang memuat porsi 51,6 % energi terbarukan dan Perpres 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
“Beberapa hal masih harus dibenahi seperti contohnya pembatasan kapasitas pada pemasangan PLTS atap sebesar 15%, yang pastinya menurunkan minat masyarakat untuk memanfaatkan teknologi tersebut dan berkontribusi pada bauran energi terbarukan dalam skala nasional. Berdasarkan survei publik yang telah kami lakukan, lebih dari 60% masyarakat yang kami survei setuju untuk mempercepat pemberhentian penggunaan batubara sebagai sumber utama dalam sektor ketenagalistrikan dan mendukung pemerintah untuk mulai memperhatikan sumber-sumber lainnya seperti radiasi matahari, air, dan angin. Dengan adanya dukungan publik yang besar tersebut, pemerintah harus mulai bisa membuktikan komitmennya dalam menyediakan sumber listrik yang lebih bersih untuk seluruh kalangan masyarakat,” ungkap Handriyanti D Puspitarini, Penulis Utama IETO 2023 yang juga merupakan peneliti senior IESR.
Seluruh pembahasan mengenai status dan analisis sektor energi untuk mendorong percepatan transisi energi terangkum pada Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023. Terbit sejak 2017 dengan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) yang kemudian bertransformasi menjadi IETO di 2019, IETO menghadirkan beberapa bab baru dengan analisis yang mendalam.
“IETO akan secara konsisten menyoroti, mengukur dan memberikan rekomendasi untuk akselerasi transisi energi Indonesia dari tahun ke tahun. Beberapa laporan yang memberikan analisis mendalam dalam aspek khusus terkait transisi energi seperti aspek pendanaan transisi energi, energi surya, dan kendaraan listrik diterbitkan dalam laporan terpisah berjudul Indonesia Sustainable Finance Outlook atau ISFO, Indonesia Solar Energy Outlook atau ISEO, dan Indonesia Electric Vehicle Outlook atau IEVO, yang melengkapi analisis serta rekomendasi IETO di tahun ini,” jelas Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR.