beritaKUH- Dampak perubahan iklim yang terjadi serentak di berbagai belahan bumi termasuk di Indonesia antara lain kebakaran hutan, banjir, kemarau, krisis air bersih, tumpukan sampah stryrofoam yang tidak terkendala saat ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Perubahan iklim yang terus melaju cepat membawa kita memasuki kondisi krisis iklim. Krisis iklim ini berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup manusia yang meliputi kondisi tempat tinggal, ketersediaan pangan, kesehatan, keselamatan hidup, perubahan perilaku dan mental, bahkan keamanan suatu negara.
Salah satu pemicu krisis iklim yang tidak kunjung usai adalah penggunaan styrofoam yang menjadi masalah lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang menggunakan styrofoam karena mudah digunakan, tetapi sangat sulit untuk dihancurkan, sampah styrofoam dapat bertahan lama bahkan abadi terperangkap di lingkungan kita selama berabad-abad dan tidak terurai sempurna, melainkan berubah menjadi mikroplastik dan dapat mencemari lingkungan. Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di 18 kota utama Indonesia menemukan 0,27 juta ton hingga 0,59 juta ton sampah masuk ke laut selama kurun waktu 2018. Salah satu sampah yang paling banyak ditemukan adalah sampah styrofoam. Dari angka ini menunjukkan bahwa perlunya gerakan untuk meminimalisir sampah sejak dini.
Dalam meminimalisir permasalahan sampah sekaligus menjaga kelangsungan hidup bumi adalah dengan berkontribusi dengan memulai Langkah kecil dengan membiasakan gaya hidup yang baik. Buku Psycho Cybernetics oleh Maxwell Maltz menyebutkan bahwa dalam membentuk kebiasaan baru membutuhkan waktu 21 hari. Maka mulailah dengan mengadopsi gaya hidup sustainable living selama 21 hari sehingga akan menjadi kebiasaan baru yang baik dan berdampak langsung pada lingkungan sekitar.
Gaya hidup berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sustainable living bertujuan meminimalisir kerusakan lingkungan yang disebabkan manusia dalam setiap aspek kesehariannya. Dalam konteks pelestarian lingkungan, sustainable living diartikan sebagai gaya hidup ramah lingkungan yang mencoba untuk membatasi penggunaan sumber daya bumi dan produk-produk yang berdampak buruk untuk lingkungan. Konsep ini memiliki tujuan baik untuk melindungi bumi dan sumber dayanya guna kehidupan berlanjutan yang lebih baik saat ini maupun di masa depan.
Demi mewujudkan masa depan yang berkelanjutan peran pendidikan penting dengan memfasilitasi pengetahuan, sikap dan perilaku yang dapat memberikan panduan para siswa memperdalam pengetahuan dan memahami konsep sustainable living konsep memelihara dan menjaga lingkungan. Oleh karena itu, pembentukan pola pikir dan perilaku manusia dalam menerapkan kehidupan keseharian yang berbasis berkelanjutan sangat efektif bila mulai ditanamkan sejak anak menempuh pendidikan dasar untuk mengatasi permasalahan krisis iklim.
The Antheia Project bersama dengan Sampoerna Academy BSD Campus mengurai berbagai hal yang dapat mempraktikkan sustainable living. Dalam kegiatan Science Week 2022, kurang lebih sebanyak 150 siswa sangat antusias dengan materi sustainable living yang dibawakan oleh The Antheia Project. Materi ini memberikan informasi bagaimana sampah di daur ulang secara benar, tahap-tahap sampah di daur ulang menjadi barang yang bisa di pakai lagi, lalu menjelaskan kategori sampah yang ada di kehidupan sosial. Maka dari itu dengan materi ini The Antheia Project berharap siswa dan siswi Sampoerna Academy BSD Campus menyadari permasalahan sampah dan limbah yang sudah menggunung di Indonesia yang dikarenakan gaya hidup yang tidak sustainable dan bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam menahan laju krisis iklim.
Ruhani Nitiyudo – Co Founder The Antheia Project mengatakan “Sustanaible living sangat di butuhkan untuk anak-anak usia dini untuk kehidupan mereka kedepannya dan keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan. Tidak hanya itu saja, The Antheia Project bisa membangun kesadaran anak-anak dan masyarakat lainnya, mengenai seberapa pentingnya sustanaible living untuk lingkungan yang lebih baik kedepannya. Saat ini banyak ditemukan limbah menumpuk seperti sampah plastik, sampah styrofoam, dan limbah pangan. Anak-anak yang hidup di masa sekarang perlu kita persiapkan dengan memberikan edukasi agar membangun masyarakat di masa depan yang menjalankan sustainable living sehingga dapat menjaga ruang hidup yang lestari dan bumi yang lebih sehat” ujar Ruhani.
“Saya berharap anak-anak mengerti tentang materi hari ini. Menurut saya sudah banyak dari mereka yang sadar tentang lingkungan, tapi kita perlu berbuat lebih banyak. Kita bisa bahas tentang sampah, pengomposan dan sejenisnya. Nantinya bisa lebih dalam. Saya rasa mereka akan semakin terinspirasi, dan menjadi pembuat perubahan. Mereka memainkan peran besar di masa depan karena merekalah generasi penerus” ujar Ruhani.
Edukasi ini adalah salah satu langkah kecil kami untuk keberlanjutan kehidupan bumi. Kami memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kondisi lingkungan secara global dan ingin mendorong kesadaran yang lebih besar tentang masalah sampah ke masyarakat luas. Kami ingin berkontribusi untuk menciptakan dunia yang lebih hijau. Kami harap langkah ini tidak berhenti sampai di Sampoerna Academy BSD Campus saja, harapannya akan banyak sekolah-sekolah yang memiliki program yang sama.
The Antheia Project menjelaskan program ini salah satu pendekatan The Antheia Project kepada anak-anak sekolah dasar hingga sekolah menengah pentingnya melakukan kegiatan penyelamatan bumi dengan melakukan hal-hal baik dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, Krisi Nohan siswa Sampoerna Academy BSD Campus mengatakan “Workshop ini sangat menarik, kami mendapatkan pengetahuan tentang masalah hidup berkelanjutan dan lingkungan yang berkelanjutan. Semoga setelah workshop ini kita mampu mengimplementasikan nilai sustainable living dalam kehidupan kita sehari-hari.”
Hal yang sama juga diungkapkan Yusuan Birawa guru Bahasa Indonesia di Sampoerna Academy BSD Campus “Banyak pengetahuan baru yang diberikan, selama pandemi belum ada kegiatan workshop baru kali ini. Kami senang The Antheia Project bisa membagikan ilmu tentang sustainable living yang selama ini belum banyak dibahas dan di implemetasikan secara langsung di sekolah. Kedepannya, dalam mengimplementasikan nilai sustainable living di sekolah dibutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak, khususnya para orangtua murid.
Syahreal Reza Tjais, salah satu pengajar Ilmu Pengatahuan Alam (IPA) dan Biologi di Sampoerna Academy BSD Campus mengatakan harapannya murid-murid bisa paham mengapa terjadi kerusakan lingkungan dan pentingnya sustainable living. Karena Sampoerna Academy adalah sekolah yang fokus kepada pendidikan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM), harapannya dari workshop ini dapat mendorong murid-murid untuk membentuk sebuah ide kreatif dan inovasi baru, kedepan mereka juga bisa belajar mengenai sirkular ekonomi” ujar Reza.